Di era teknologi dan informasi digital seperti saat ini, keberadaan media sosial (medsos) seolah tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia. Hamper semua orang memiliki akun medsos, baik itu facebook, twitter, instagram dan sejenisnya. Untuk keperluan tertentu, satu orang bahkan bisa memiliki akun lebih dari satu. Seiring dengan mudahnya mengakses jaringan internet, medsos telah menjelma menjadi gaya hidup, tidak hanya bagi orang kota, tetapi sudah menjangkau masyarakat hingga pelosok desa, bahkan didaerah-daerah yang miskin sinyal sekalipun.

Kemudian jejaring sosial macam facebook, twitter dan instagram sungguh fenomenal.varian medsos yang paling merakyat ini makin membuka lebar kanal demokrasi dan kebebasan berpendapat melalui dunia maya. Tanpa disadari, jejaring sosial kini telah mengalami pergeseran fungsional lebih dari sekedar media untuk sosialisasi dan komunikasi, seperti sebagai media bisnis, membentuk komunitas, sosialisasi gagasan, dakwah, hingga propaganda politik. Hal tersebut menjadi wajar mengingat keampuhan medsos yang langsung membidik setiap individu serta mampu menembus batas ruang dan waktu.
Kontribusi media sosial jelas memberikan manfaat yang besar bagi kehidupan manusia. Sebagai contoh, banyaknya gerakan yang mengatasnamakan relawan atau komunitas peduli sangat membantu masyarakat yang mengalami kesulitan maupun bencana alam menunjukkan bahwa medsos memiliki peran positif bagi kehidupan sosial kemasyarakatan. Demikian juga banyaknya pengguna yang memanfaatkan medsos sebagai promosi dagangan atau jualan online menunjukkan manfaat medsos dari sudut pandang ekonomi.
Disisi lain tumbangnya rezim Presiden Mesir Husni Mubarak pada tahun 2011, pemakzulan Bupati Garut Aceng Fikri pada tahun 2012 akibat nikah kilat dengan gadis dibawah umur, atau naiknya Jokowi sebagai Presiden RI menunjukkan bahwa medsos sangat ampuh dalam kehidupan politik.demikian juga perhelatan politik Pilkada DKI Jakarta lalu yang tidak terlepas dari peranan medsos.
Pisau bermata dua, setiap isu atau fenomena yang muncul di medsos selalu menimbulkan polarisasi publik, antara kubu pro dan kontra, suka dan benci, yang berujung pada terbentuknya fans dan haters. Sebut saja perhelatan Pilkada DKI, aksi 212 dan aksi tanggal cantik lainya, kasus criminal yang menimpa ulama, “Warisan” Afi Nihaya Faradisa, persekusi, hingga pertunangan Raisa memiliki konsekuensi yang hamper sama. Tentunya, reaksi tersebut merupakan sebuah kewajaran sebagai sebuah dinamika masyarakat yang hidup dalam Negara demokrasi.
Semua sepakat bahwa isu-isu sentral dan krusial yang berkembang di masyarakat kini tak lepas dari peranan medsos, dimana rakyat dapat berinteraksi dalam sebuah kesatuan pikiran dan perasaan lewat media. Akhirnya, medsos tetaplah sebuah media. Ibarat pisau, ia dapat kita gunakan untuk menyembelih ayam atau membunuh manusia. Ayam yang kita sembelih tersebut apakah ayam kita sendiri atau hasil mencuri ayam milik orang lain, semua tergantung pada penggunanya.
Menjauhkan yang dekat, mendekatkan yang jauh, media sosial membuat orang-orang lebih fokus dalam pergaulan dunia mayanya disbanding pergaulan didepan matanya. Hal ini tentu tidak baik bagi perkembangan komunikasi sang anak. Anak akan sulit berkomunikasi dengan orang didekatnya, sedangkan sangat akrab dengan teman dunia mayanya, selalu memposting apa saja yang sedang dikerjakan, namun keadaan yang berbeda 180 derajat jika bertemu secara nyata.
Mengumpulkan kerabat-kerabat jauh, terkadang ada saatnya kita butuh keluarga besar berkumpul seperti saat lebaran tiba. Tentunya sangat susah mengumpulkan kerabat yang jaraknya berjauhan. Maka dengan adanya media sosial ini membuat hal tersebut menjadi lebih mudah. Sehingga jika ada acara maka mudah sekali mengkomunikasikan ke seluruh anggota keluarga melalui grup media sosialnya.